Deputi Bidang Regional dan Daerah,
BAPPENAS
Program
Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT)
Latar
Belakang
| Tujuan | Strategi | Jenis
Prasarana
| Pelaksanaan | Evaluasi
Latar
Belakang
Dalam rangka mendukung Instruksi Presiden Nomor
5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan,
Pemerintah telah membuat suatu Program yaitu Program Inpres Desa
Tertinggal (IDT). Program IDT telah dimulai pada tahun pertama
Pelita VI (TA. 1993/1994) dengan memberikan bantuan modal usaha
berupa dana bergulir kepada lebih 20 ribu desa tertinggal dengan
dana sebesar Rp. 20 juta setiap tahun. Bantuan dana bergulir ini
diberikan selama 3 tahun anggaran. Sejalan dengan bantuan dana
bergulir tersebut pemerintah juga memberikan bantuan teknis
pendampingan yang memberikan bantuan teknis kepada masyarakat
desa dalam rangka pemanfaatan dana bergulir tersebut.
Pada TA. 1995/1996 dalam rangka mendukung
pengembangan kegiatan ekonomi di desa tertinggal tersebut selain
bantuan modal dan bantuan teknis, pemerintah dengan pihak donor
yang berasal dari Jepang dan Bank Dunia telah melakukan kerjasama
untuk meningkatkan program penanggulangan kemiskinanan dengan
membangun prasarana yang menyediakan akses dan prasarana
penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan di desa
tertinggal. Bantuan tersebut dinamakan Bantuan Pembangunan
Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT).
Tujuan Bantuan P3DT
Sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah maka
Bantuan Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT)
ini dilaksanakan dengan tujuan jangka panjang adalah Pemberdayaan
Masyarakat melalui tujuan jangka pendek yang meliputi :
- meningkatkan akses pemasaran dan
mengurangi isolasi
- meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
- menciptakan lapangan kerja di desa
- meningkatkan kemampuan kelembagaan
desa/masyarakat
- meningkatkan ketrampilan masyarakat desa
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemeliharaan prasarana yang telah dibangun.
- meningkatkan pembentukan modal di desa.
Strategi
Untuk mencapai keenam tujuan tersebut,
dilaksanakan strategi sebagai berikut :
- Strategi untuk mencapai tujuan pertama,
direncanakan pembangunan prasarana jalan, jembatan dan
tambatan perahu, yang akan membuka isolasi daerah, dan
memudahkan masyarakat desa memasarkan hasil produksi,
sehingga harga jual yang diperoleh lebih tinggi dan
memudahkan memperoleh kebutuhan sehari-hari yang datang
dari luar dengan harga beli yang lebih rendah.
- Strategi untuk mencapai tujuan kedua,
dengan dibangunnya prasarana air bersih dan penyehatan
lingkungan akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang lebih tinggi.
- Strategi untuk mencapai tujuan ketiga,
dapat dicapai dengan melaksanakan proyek tersebut diatas
dengan sistem padat karya dengan tetap memperhatikan
kaidah teknis dan penggunaan bahan lokal yang tersedia di
desa tersebut. Dengan diharapkan bahwa pekerjaan
konstruksi dikerjakan pada saat musim kering dimana
masyarakat desa tidak bisa keladang, maka akan sangat
besar manfaatnya untuk menambah pendapatan bagi
masyarakat desa.
- Strategi untuk mencapai tujuan keempat,
dengan melakukan mekanisme perencanaan dari bawah (bottom
up) untuk menentukan prasarana yang dibangun melalui
masyawarah desa, diskusi tingkat kecamatan dalam forum
UDKP, sampai Rakorbang Tk. II. Diharapkan masyarakat desa
akan dapat mengembangkan diri, dan menyadarkan bahwa
pembangunan merupakan upaya dari masyarakat oleh
masyarakat dan hasilnya dinikmati oleh masyarakat
sendiri.
- Strategi untuk mencapai tujuan kelima,
yaitu meningkatkan ketrampilan masyarakat desa yang
ditempuh dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi
dilaksanakan langsung oleh masyarakat dengan bantuan
teknis untuk wilayah KBI dan sedangkan untuk KTI dalam
pelaksanaan mewajibkan rekanan lokal kerjasama
operasional dengan masyarakat desa dalam hal penyediaan
bahan lokal, tenaga lokal dan sebagian pekerjaan yang
sanggup dikerjakan oleh masyarakat dalam wadah LKMD.
Melalui proses interaksi ini diharapkan akan terjadi
proses alih teknologi dari tenaga trampil kepada
masyarakat desa.
- Strategi untuk mencapai tujuan keenam,
yaitu meningkatkan pembentukan modal di desa adalah
dengan memanfaatkan tenaga dan bahan lokal sebanyak
mungkin, sehingga dana yang ada dapat berputar di desa.
Jenis
Prasarana yang Dibangun
Sesuai dengan tujuan dari P3DT ini jenis
prasarana yang dibangun terdiri dari:
- Jalan dan Jembatan
- Tambatan Perahu
- Prasarana air bersih
- Sanitasi/MCK (Mandi Cuci Kakus)
Pelaksanaan
Pola
Pelaksanaan
| Desa
Sasaran
| Alokasi
Dana | Organisasi | Hasil
Pelaksanaan
| Jumlah Dana dan Desa |
Pola
Pelaksanaan
Pada prinsipnya bantuan P3DT merupakan bantuan
hibah ke masyarakat desa, khususnya desa tertinggal melalui wadah
LKMD, untuk 2 tahun (TA. 1995/1996 dan 1996/1997) pola
pelaksanaan dibagi menjadi 2 bentuk yaitu :
- Pola Swakelola Masyarakat, Pola
pelaksanaan pekerjaan kontruksi dilakukan secara langsung
oleh LKMD dengan bantuan teknis dari konsultan. Dalam
proses pelaksanaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan
sampai dengan pemeliharaan dilaksanakan secara penuh oleh
LKMD yang lebih khusus lagi bahwa dana yang diluncurkan
untuk pembangunan prasarana akan masuk langsung ke dalam
rekening LKMD. Untuk 2 tahun (TA. 1995/1996 dan
1996/1997) pola swakelola oleh masyarakat ini telah
dilaksanakan pada daerah Jawa dan Madura dan ini khusus
untuk bantuan yang sumber dananya berasal dari Bank
Dunia. Dengan adanya keberhasilan untuk 2 tahun
pelaksanaan P3DT, untuk TA. 1997/1998 Pola Swakelola LKMD
dikembangkan lebih luas, selain Pulau Jawa dan Sumatera,
juga dilaksanakan juga untuk wilayah Sumatera.
- Pola Kerjasama Operasional (KSO), dengan
melihat dari kondisi geografis dan kesiapan LKMD untuk
daerah di luar pulau Jawa dan Madura, maka pola
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dilakukan secara
Kerjasama Operasional antara masyarakat desa melalui
wadah LKMD dengan rekanan (kontraktor) dalam hal
penyediaan tenaga lokal, bahan lokal dan sebagian
pekerjaan yang sanggup dilaksanakan oleh LKMD. Akan
tetapi apabila masyarakat dianggap sanggup melaksanakan
semua pekerjaan kontruksi, maka dimungkinkan penyerahan
semua pekerjaan konstruksi dapat diserahkan secara
langsung kepada LKMD dengan bentuk KSO 100 % oleh LKMD.
Pola KSO ini merupakan kerjasama antara Pemerintah
Indonesia dengan pihak The Overseas Economic Coorperation
Fund (OECF) Jepang.
Desa Sasaran
Untuk 2 tahun (TA. 1995/1996 - TA. 1996/1997)
pelaksanaan P3DT, sasaran pelaksanaan mencakup 25 propinsi di
Indonesia kecuali Propinsi DKI Jaya dan Bali. Hal ini sesuai
dengan kesepakatan Pemerintah Indonesia dengan Pihak Donor.
Pendekatan desa sasaran yang merupakan desa tertinggal dibagi
menjadi 2 bagian yaitu:
- Untuk bantuan pola swakelola yang
merupakan pola kerjasama antara Pemerintah Indonesia
dengan Bank Dunia, desa sasaran merupakan desa tertinggal
yang tergolong parah untuk kawasan Pulau Jawa dan Madura.
Hal ini dengan pertimbangan bahwa ketersediaan prasarana
di Pulau Jawa dan Madura sudah lebih baik dibandingkan
dengan daerah lainnya.
- Untuk bantuan pola Karjasama Operasional
yang merupakan kerjasama antara pemerintah Indonesia
dengan OECF Jepang, desa sasaran merupakan desa
tertinggal yang tergolong produktif dan potensial. Yang
dimaksud dengan tertinggal produktif dan potensial adalah
desa tertinggal yang mempunyai potensi untuk cepat
berkembang dengan adanya bantuan prasarana ini.
Selain pendekatan diatas, sasaran desa
tertinggal dilaksanakan dengan pendekatan kelompok desa yang
berdekatan (cluster), hal ini dilakukan dengan pertimbangan
efektifitas pemanfaatan bantuan, efesiensi bantuan teknis dan
terbentuknya jaringan transportasi yang saling menyambung.
Alokasi Dana
Alokasi dana untuk bantuan P3DT ditetapkan
berdasarkan pola Spesific Block Grant (Bantuan Khusus Langsung),
yang diberikan kepada langsung kepada Daerah Tingkat II melalui
Surat Pengesahan Anggaran Bantuan Pembangunan (SPABP). Dasar
alokasi untuk setiap desa berdasarkan wilayah dibagi menjadi 2
bagian, yaitu:
- Untuk daerah Jawa dan Madura (Pola
Swakelola), jumlah alokasi dana sebesar Rp. 20 juta/desa.
- Untuk daerah di luar Jawa dan Madura (Pola
Kerjasama Operasional), jumlah alokasi dana per desa
sebesar Rp. 130 juta/desa.
Perbedaan jumlah alokasi tersebut dengan
pertimbangan bahwa untuk daerah Jawa dan Madura luas daerah dan
kebutuhan prasarana yang akan dibangun lebih kecil dari pada
daerah luar Jawa dan Madura.
Organisasi Pelaksanaan
Proyek Bantuan P3DT merupakan proyek lintas
sektor yang melibatkan beberapa instansi terkait baik di pusat
maupun di daerah. Untuk tingkat pusat intansi yang terkait
terdiri dari:
- Deputi Bidang Regional dan Daerah,
Bappenas.
- Direktorat Jenderal Anggaran, Departemen
Keuangan.
- Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah,
Departemen Dalam Negeri.
- Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat
Desa, Departemen Dalam Negeri.
- Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum.
- Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Departemen Pekerjaan Umum.
- Instansi terkait yang dipandang perlu.
Sedangkan untuk Tim Koordinasi di Tingkat
Daerah terdiri dari :
- Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.
- Kantor Pembangunan Masyarakat Desa.
- Dinas Pekerjaan Umum
- Dinas Kesehatan
- Kecamatan
- Dinas/instansi terkait yang dianggap
perlu.
Hasil Pelaksanaan
Hasil pelaksanaan untuk Bantuan P3DT dalam 2
tahun (TA. 1995/1996 - TA. 1996/1997) telah mencapai hasil yang
memuaskan hal disebabkan oleh terdapatnya suatu komunikasi yang
baik antara Tim Koordinasi di Tingkat Pusat, Daerah sampai
ketingkat Proyek. Hal ini juga dapat dilihat dari penilaian dari
pihak donor, yaitu :
- Bank Dunia, Proyek P3DT merupakan salah
satu proyek prasarana desa bantuan Bank Dunia yang
terbaik untuk daerah Asia Pasifik dari semua bantuan Bank
Dunia. Dengan hasil ini maka kita diundang untuk
mempresentasikan proyek ini kepada negara-negara yang
mendapat bantuan Bank Dunia di Washington pada
pertengahan tahun 1997 yang lalu.
- OECF (Jepang), Proyek P3DT-OECF dari hasil
penilaian Pihak OECF Jakarta, Proyek P3DT merupakan
Proyek "Perfect" untuk Proyek-proyek yang
didanai oleh OECF di Indonesia.
- Dari hasil penilaian tersebut pihak donor
telah memperpanjang pelaksanaan proyek ini selama 2 tahun
(TA. 1997/1998 - 1998/1999)
- Beberapa Negara berkembang lainnya, telah
mengadakan studi banding tentang proyek P3DT di Indonesia
dan umumnya mereka sangat tertarik dengan pola
pelaksanaan yang telah dilakukan oleh Proyek P3DT ini dan
akan mencoba menerapkan di Negera mereka masing-masing.
Jumlah Alokasi Dana Bantuan dan Desa Yang
Ditangani
Pada Tahun Anggaran 1995/1996 tersedia anggaran
sebesar Rp. 258.550.000.000 dengan perincian Bantuan P3DT Pola
Swakelola sebesar Rp. 49.800.000.000 dan untuk bantuan P3DT-Pola
KSO sebesar Rp. 208.650.000.000. Sedangkan untuk alokasi bantuan
P3DT-Pola Swakelola menangani sebanyak 4 Propinsi di Jawa dengan
jumlah desa yang ditangani sebanyak 415 desa, dan untuk P3DT-Pola
KSO sebanyak 21 Propinsi dengan jumlah desa yang ditangani
sebanyak 1.635 desa.
Pada Tahun Anggaran 1996/1997 terjadi
peningkatan dari tahun sebelum yaitu sebesar Rp. 329.242.250.000
dengan perincian Bantuan P3DT Pola Swakelola sebesar Rp.
97.800.000.000 dan untuk bantuan P3DT-Pola KSO sebesar Rp.
231.442.250.000. Sedangkan untuk alokasi bantuan P3DT-Pola
Swakelola menangani sebanyak 4 Propinsi di Jawa dengan jumlah
desa yang ditangani sebanyak 815 desa, dan untuk P3DT-Pola KSO
sebanyak 21 Propinsi dengan jumlah desa yang ditangani sebanyak
1.812 desa.
Dengan demikian dari pelaksanaan Program P3DT
selama 2 tahun secara keseluruhan telah ditangani 4.677 desa
tertinggal. Ditinjau dari penyebaran lokasi desa di masing-masing
Kawasan (KBI dan KTI), pada TA 1995/1996 sebanyak 1.491 desa atau
+ 73% terletak di Kawasan Barat Indonesia, sedangkan pada TA
1996/1997 hampir 55% yaitu sebesar 1.445 desa terletak di Kawasan
Timur Indonesia.
Evaluasi
Hasil-hasil yang diperoleh dari pelaksanaan
Program Bantuan P3DT-OECF Phase I dikaitkan dengan tujuan program
dapat diuraikan seperti di bawah ini:
- Untuk mencapai tujuan pertama, yaitu
meningkatkan akses pemasaran dan mengurangi isolasi
daerah pada TA 1996/1997, telah dibangun prasarana
perhubungan meliputi 7.354,64 km Jalan, 26.593 m Jembatan
dan 632 unit Tambatan Perahu, hasil fisik prasarana
perhubungan lebih besar dari rencana. Biaya yang
digunakan untuk membangun prasarana perhubungan di atas
meliputi hampir 80,00% dari total nilai fisik, yaitu
Jalan 63,43%, Jembatan 12,94% dan Tambatan Perahu 3,64%,
sedangkan pada TA 1995/1996, telah dibangun 6.313,06 km
Jalan, 18.144 m Jembatan, 309 unit Tambatan Perahu.
Dengan demikian selama 2 tahun telah berhasil dibangun
prasarana perhubungan baik jalan baru maupun peningkatan
jalan sebsar 13.667,70 km Jalan, 44.737 m Jembatan, dan
941 unit Tambatan Perahu. Dengan dibangunnya prasarana
perhubungan tersebut desa-desa yang semula terisolir
terpencil dapat dihubungkan dengan pusat pertumbuhan
terdekat, sehingga derajat isolasi menjadi kecil.
- Untuk mencapai tujuan kedua, yaitu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada TA
1996/1997, telah dibangun 6.303 unit instalasi air bersih
dan 3.253 unit prasarana Mandi, Cuci, Kakus (MCK). Dengan
biaya yang digunakan untuk pembangunannya meliputi 20 %
dari total nilai kontrak fisik.Sedangkan pada TA
1995/1996 telah dibangun 5.252 unit Air Bersih dan 1.908
MCK. Dengan demikian selama 2 tahaun telah berhasil
dibangun 11.555 unit instalasi Air Bersih dan 5.161 unit
MCK. Prasarana Air Bersih dan MCK telah dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat desa setempat. Kebiasaan
masyarakat untuk minum air yang terkontaminasi menjadi
lebih berkurang, sehingga penyakit menular yang
disebabkan kurang air dan buruknya kesehatan lingkungan
dapat dihindarkan. Hal tersebut berarti dapat
meningkatkan derajat kesehatan lingkungan
- Untuk mencapai tujuan ketiga, yaitu
menciptakan lapangan kerja dapat diinformasikan bahwa
pada TA 1996/1997 dalam pelaksanaan fisik proyek telah
diperoleh data sebesar 14.604.529 HOK dari tenaga kerja
LKMD. Angka ini sedikit lebih besar dari TA 1995/1996,
yang hanya sebesar 9.248.617 HOK.
- Untuk mencapai tujuan keempat, yaitu
meningkatkan kelembagaan di desa pada desa-desa yang
memperoleh bantuan program P3DT telah dilaksanakan proses
perencanaan dari bawah, mulai dari musyawarah di tingkat
desa untuk menampung aspirasi masyarakat, pembahasan
melalui diskusi UDKP di tingkat kecamatan untuk
penyerasian dengan pembangunan wilayah kecamatan dan pada
akhirnya verifikasi teknis pada tingkat kabupaten.
Melalui sistem perencanaan tersebut di atas, dapat
mengembangkan dan meningkatkan kelembagaan di desa dan
pemerintah daerah. Selain itu upaya peningkatan
kelembagaan juga dilaksanakan dengan mengadakan pelatihan
pengadministrasi proyek dan penyusunan laporan.
- Upaya peningkatan kelembagaan juga telah
terjadi pada masyarakat terutama pada Kontraktor Golongan
Ekonomi Lemah (GEL) yang merupakan kontraktor setempat.
Dari total 1.363 kontrak proyek P3DT Pola KSO TA
1996/1997, sejumlah 1.011 atau sekitar 74,17% ditangani
oleh Kontraktor Golongan Ekonomi Lemah/GEL (Kelas C2),
sebanyak 262 atau sekitar 19,22% ditangani oleh
Kontraktor Kecil (Kelas C), sebanyak 86 atau 6,31%
ditangani oleh Kontraktor Menengah (Kelas B) sedang yang
ditangani oleh Kontraktor Kuat (Kelas A) hanya 4 buah
atau sekitar 0,29%. Pada TA 1995/1996, dari jumlah
kontrak 1.305 dilaksanakan oleh 1.177 kontraktor, yaitu
Golongan C sebesar 954 (81,05 %), Golongan B sebesar 176
(14,95 %), dan Golongan A sebesar 47 kontraktor (4,00 %).
- Untuk mencapai tujuan kelima yaitu untuk
pola Swakelola terjadinya peningkatan ketrampilan
masyarakat, pembangunan proyek dilaksanakan secara
swakelola oleh masyarakat desa yang disatukan dalam wadah
LKMD dan dilaksanakan secara padat karya dimana LKMD
bertanggungjawab dalam pelaaksanaan proyek tersebut. Pada
awal pelaksanaan konstruksi fisik, konsultan pendamping
mengadakan pelatihan kepada masyarakat cara membangunan
prasarana fisik yang benar dan sesuai dengan spesifikasi
teknis atau disebut dengan sistem "Trial".
Selanjutnya masyarakat dapat melanjutkan pekerjaan sesuai
dengan contoh yang telah diberikan dibawah bimbingan
Konsultan Pendamping dan Pemimpin Proyek. Sebelum masa
akhir proyek dilaksanakan juga pelatihan pemeliharaan
prasarana yang telah dibangun. Hal ini untuk menjaga
pemanfaatan prasarana yang telah dibangun agar dapat
bertahan lama. Pelaksanaan konstruksi yang dilaksanakan
secara swakelola oleh masyarakat telah memberikan
tambahan pengetahuan dan ketrampilan bagi masyarakat
desa. Sedangkan untuk Pola KSO peningkatan ketrampilan
masyarakat dapat diinformasikan bahwa diwajibkan bekerja
sama dengan LKMD melalui pola Kerja Sama Operasional
(KSO). Dari 1.812 desa pada TA 1996/1997 dan 1.635 desa
pada TA 1995/1996 yang memperoleh bantuan proyek,
sebagian besar desa mengadakan KSO. Melalui KSO tersebut
para kontraktor dengan tenaga terampilnya dapat memberi
pelatihan kerja melalui praktek kepada masyarakat desa
setempat.
- Dalam rangka mencapai tujuan keenam yaitu
pembentukan modal di desa, dapat diinformasikan bahwa
pada TA 1996/1997 sebesar Rp. 41.916.603.454 atau 12,7%
dari dana digunakan untuk upah, dan Rp. 77.189.285.014
atau 27,87 % digunakan untuk pembelian bahan lokal yang
dilaksanakan oleh LKMD. Dengan demikian jumlah dana
tersebut meliputi Rp. 119.105.888.468 atau rata-rata Rp.
45.339.128 atau 36.175 % tiap desa. Jumlah dana untuk
upah dan pembelian bahan lokal tersebut akan berputar di
desa, dan hal ini dapat meningkatkan modal di desa.
Back Home
Previous Page